Kamis, 21 November 2013

Minggu, 27 Oktober 2013

Akreditasi A / Unggulan


Alhamdulillah,
Berkat kegigihan guru-guru dan siswa kita. Mts kita Optimis teraktreditasi A atau Unggulan. Semoga semakin berjaya Amiiin

NU yang dulu bukan lah yang sekarang,,,, dulu di tendang sekarang jadi terpandang.......
Dulu menderita, sekarang Akreditasi A

Senin, 22 Juli 2013

MAKNA HARI RAYA IDUL FITRI

Ketika mendengar kata Idul Fitri, tentu dalam benak setiap orang yang ada adalah kebahagiaan dan kemenangan. Dimana pada hari itu, semua manusia merasa gembira dan senang karena telah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.
Dalam Idul Fitri juga ditandai dengan adanya ”mudik (pulang kampung)” yang notabene hanya ada di Indonesia. Selain itu, hari raya Idul Fitri juga kerap ditandai dengan hampir 90% mereka memakai sesuatu yang baru, mulai dari pakaian baru, sepatu baru, sepeda baru, mobil baru, atau bahkan istri baru (bagi yang baru menikah). Maklum saja karena perputaran uang terbesar ada pada saat Lebaran. Kalau sudah demikian, bagaimana sebenarnya makna dari Idul Fitri itu sendiri. Apakah Idul Fitri cukup ditandai dengan sesuatu yang baru, atau dengan mudik untuk bersilaturrahim kepada sanak saudara dan kerabat?.
Idul Fitri (kembali ke fitrah), ya suatu hari raya yang dirayakan setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh. Dinamakan Idul Fitri karena manusia pada hari itu laksana seorang bayi yang baru keluar dari dalam kandungan yang tidak mempunyai dosa dan salah.
Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah. Di mana pada awal kejadian, semua manusia dalam keadaan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Dalam istilah sekarang ini dikenal dengan ”Perjanjian Primordial” sebuah perjanjian antara manusia dengan Allah yang berisi pengakuan ke Tuhan an, sebagaimana yang terekam dalam surah al-A’raf (7) ayat 172 :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
(Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
Seiring dengan perkembangan itu sendiri, banyak di antara manusia dalam perjalanan hidupnya yang melupakan Allah serta telah melakukan dosa dan salah kepada Allah dan kepada sesama manusia. Untuk itu, memahami kembali makna Idul Fitri (kembali ke fitrah) dengan membangun kembali pengabdian hanya kepada Allah adalah sebuah keharusan sehingga kita semua dapat menjadi hamba-hamba muttaqin dan hamba yang tidak mempunyai dosa. Dosa kepada Allah terhapus dengan jalan bertaubat dan dosa kepada sesama manusia dapat terhapus dengan silaturrahim.
Cara Menghapus Dosa Kepada Allah Adalah dengan Taubat
Dosa merupakan catatan keburukan di sisi Allah yang telah dilakukan oleh setiap manusia karena mereka tidak menjalankan perintah atau karena mereka melanggar larangan Allah dan RasulNya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan khusus yang dikhususkan Allah untuk Umat Islam. Di bulan ini terdapat maghfirah, rahmah dan itqun minan nar. Selain itu, bulan Ramadhan juga menjadi sarana umat manusia untuk memohon dan meminta pengampunan dari Allah dengan jalan melaksanakan ibadah puasa dan shalat tarawih. Sebagaimana hadis Rasul:
أخرج البخاري: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
(Dari Muhammad bin Salam dari Muhammad bin Faudhail dari Yahya bin Sa’id dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang berpuasa pada bulan ramadhan dengan kepercayaan bahwa perintah puasa itu dari Allah dan hanya mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosanya).
Begitu juga Allah menyediakan Qiyam Ramadhan (Tarawih) sebagai sarana penghapusan dosa apabila dilakukan karena Allah dan hanya mengharap pahala dari Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam hadis shahih pada kitab Sunan Abi Dawud
أخرج ابي داود : حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُتَوَكِّلِ قَالاَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ ثُمَّ يَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ كَانَ اْلأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلاَفَةِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَصَدْرًا مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
(Dari al-Hasan bin Ali dan Muhammad bin al-Mutawakkil keduanya dari Abd al-Razaq dari al-Ma’mar dari al-Hasan dan Malik bin Anas dari al-Zuhri dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW senang melaksanakan Qiyam Ramadhan (Tarawih) meskipun tidak mewajibkannya. Kemudian bersabda :”Barangsiapa melaksanakan Qiyam ramadhan (tarawih) karena Allah dan mencari pahala dari Allah akan diampuni dosanya yang telah lalu. Kemudian Rasulullah wafat, sedang masalah Qiyam Ramadhan tetap seperti sediakala pada pemerintahan Abu Bakar dan pada awal pemerintahan Umar bin Khattab).
Dengan rajin dan tekun melaksanakan puasa dan shalat tarawih dengan tulus mencari ridho dan pahala dari Allah, niscaya dosa dan kesalahan kita kepada Allah telah terampuni kecuali dosa syirik sehingga kita menjadi hamba yang bersih dari dosa. Setelah dosa kita diampuni Allah, maka tahapan selanjutnya adalah membersihkan dosa kita kepada sesama manusia.
Idul Fitri atau kembali ke fitrah akan sempurna tatkala terhapusnya dosa kita kepada Allah diikuti dengan terhapusnya dosa kita kepada sesama manusia. Terhapusnya dosa kepada sesama manusia dengan jalan kita memohon maaf dan memaafkan orang lain.
Nah, dengan momentum Idul Fitri ini kita mari jadikan sebagai sarana meminta maaf dan memaafkan orang lain dengan bersilaturrahim (menyambung kasih sayang) baik kepada suami atau istri, kedua orang tua, anak, keluarga, sanak kerabat, tetangga serta teman dan relasi kita ketika ada kebencian terhadap mereka. Sebab kasih sayang merupakan lawan dari kebencian. Sehingga orang yang dalam dirinya ada kebencian pada suami atau istri, orang tua, anak, keluarga, sanak kerabat, tetangga, teman dan relasi disebut dengan pemutus kasih sayang (Qathiul Rahim). Orang yang memutuskan kasih sayang (Qathiul Rahim) dalam hadis shahih dijelaskan bahwa mereka ini tidak akan masuk surga. Sebagaimana sabda Rasul:
أخرج البخاري: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ إِنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
(Dari Yahya bin Bukair dari al-Lais dari Uqail dari Ibn Syihab bahwa Muhammad bin Jubair bin Muth’im berkata bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda : pemutus kasih sayang tidak akan masuk surga).
Di hadis lain juga dijelaskan:
أخرج أحمد: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنِي الْخَزْرَجُ يَعْنِي ابْنَ عُثْمَانَ السَّعْدِيَّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ يَعْنِي مَوْلَى عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلاَ يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ
(Dari Yunus bin Muhammad dari al-Khazraj (Ibn Usman al-Sa’diy dari Abi Ayub (Maula Usman) dari Abi Hurairah berkata : aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sungguh perbuatan Bani Adam (manusia) dilaporkan setiap kamis malam jum’at, maka tidak akan diterima perbuatan (baik) orang yang memutuskan kasih sayang).
Di samping kita meminta maaf dan memberi maaf, kita juga harus dan wajib sebisa mungkin menjadi pribadi pemaaf. Memberi maaf berbeda dengan pemaaf. Kalau memberi maaf itu terjadi ketika ada orang yang meminta maaf, sedang pemaaf adalah orang yang memberi maaf atas kesalahan orang lain sebelum orang tersebut meminta maaf kepadanya. Hal ini dengan tegas ada dalam surah Ali-Imran (3) ayat 134 :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Penghuni surga adalah) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dengan demikian, mari kita jadikan Idul Fitri tahun ini berbeda dengan Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya karena kita telah memahami akan makna Idul Fitri. Dengan kita maksimalkan bersilaturahim untuk meminta maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf. Jangan biarkan kedengkian dan kebencian merasuk kembali ke jiwa kita yang telah fitri (suci).
Dengan momentum ini pula, saya Muhammad Makmun sebagai mahluk yang banyak dan penuh dengan kesalahan dan dosa, baik yang saya sengaja atau tidak, dengan tulus saya memohon maaf lahir batin atas semua kesalahan dan dosa saya kepada anda semua. Begitu juga sebaliknya, jika ada kesalahan dan dosa anda semua kepada saya, dengan lapang dada saya memaafkan anda. Dengan harapan, semoga kita semua menjadi manusia bersih sebagaimana bayi yang baru dilahirkan dari kandungan yang tak punya salah dan dosa.

Rabu, 17 Juli 2013

HIKMAH PUASA RAMADHAN

Manfaat puasa ramadhan bagi umat Islam tentunya banyak. Baik itu manfaat puasa bagi kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa kita. Karena tentunya ketika syariat Islam ada, banyak hikmah di balik itu semuanya. Termasuk juga mengenai hikmah keutamaan puasa Ramadhan bagi kita umat Islam yang wajib untuk dilaksanakan bila tidak ada halangan rintangan ketika menjalaninya. Karena memang hukum puasa Ramadhan adalah wajib. Apalagi kita sudah kian mendekati Ramadhan 1434 H yang tinggal menunggu hitungan hari lagi.

Ramadhan adalah merupakan bulan yang banyak mengandung hikmah serta keutamaannya. Sesungguhnya sudah seharusnya orang Islam dan beriman akan gembira ketika menyambut datangnya bulan suci Ramadhan ini. Bukan saja telah diarahkan menunaikan ibadah selama sebulan penuh dengan balasan pahala yang berlipat ganda, di dalam bulan Ramadhan Allah Ta'ala juga telah menurunkan kitab suci al-Quranul-karim, yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia di alam semesta ini dan juga untuk membedakan antara yang benar dengan yang salah.

Dan bulan suci ramadhan ini juga merupakan salah satu moment waktu yang tepat untuk mengenalkan puasa ini bagi anak-anak kita juga. Dan juga waktu yang tepat untuk melatih anak berpuasa juga. Karena memang penting sekali bagi para orang tua untuk mengenalkan akan pentinganya berpuasa ramadhan ini bagi anak-anak dan juga begi keseluruhan Umat Muslim di penjuru dunia.

Kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadhan ini telah Allah Ta'ala perintahkan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya :"Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa." Jadi tujuan puasa Ramadhan adalah agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa dengan sesungguhnya. Yaitu menjalankan apa yang diperintahNya serta menjauhi segala apa yang dilarangNya.

Manfaat Hikmah Puasa Ramadhan

Kita mengulang kembali dengan pengertian puasa yang pernah diulas dalam manfaat puasa bagi kesehatan yaitu yang dimaksud dengan berpuasa menurut syariat Islam ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti halnya makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya) semenjak mulai terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari, disertai dengan niat iklhas ibadah kepada Allah, karena mengharapkan ridho-Nya serta menyiapkan diri dalam rangka meningkatkan ketakwaan.

Berikut beberapa manfaat puasa Ramadhan yaitu :
  1. Dengan berpuasa Ramadhan selama 1 bulan penuh maka hal ini secara tidak langsung manfaat bagi kesehatan adalah mengistirahatkan organ pencernaan kita serta juga perut dari kelelahan bekerja yang terus menerus dalam 11 bulan, dan juga membantu mengeluarkan sisa makanan dari dalam tubuh, memperkuat badan.
  2. Membersihkan tubuh dari racun serta kotoran (detoksifikasi). Puasa merupakan terapi detoksifikasi yang paling tua. Dengan berpuasa pada bulan suci Ramadhan, maka ini berarti kita juga akan membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita yang mana hal ini akan bermanfaat dalam proses metabolisme yang menghasilkan enzim antioksidan yang berfungsi salah satunya untuk membersihkan zat-zat yang bersifat racun dari dalam tubuh.
  3. Bagi kesehatan psikologis kita faedah puasa akan kita dapatkan yaitu kondisi mental emosi kita akan lebih terjaga dan terkontrol dengan lebih baik lagi. Keadaan ini akan membantu dalam penurunan tingkat adrenalin dalam tubuh. Yang mana adrenalin juga menambah pembentukan kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah. Berbagai hal tersebut ternyata dapat meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah, jantung dan otak seperti jantung koroner, stroke dan lainnya.
  4. Puasa bagi kesehatan akan memberikan manfaatnya antara lain adalah bisa membantu dalam proses menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan juga mengendalikan tekanan darah. Itulah mengapa dalam satu sisi, puasa sangat dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi, kegemukan dan darah tinggi. Tentunya hal ini juga harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan tim medis yang berkompeten bila anda adalah mempunyai suatu jenis penyakit tertentu.
Selain manfaat puasa ramadhan bagi kesehatan yang akan kita peroleh bila kita benar-benar menjalankan rukun dan syarat puasa yang benar, maka kita juga akan banyak mendapatkan hikmah bulan Ramadhan itu sendiri.

Dan berikut adalah beberapa hikmah bulan Ramadhan yaitu :
  1. Salah satu dari hikmah keutamaan puasa ramadhan ini bagi Umat Islam adalah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Hal ini berdasarkan sebuah dalil hadist yang berbunyi :"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh iman dan mencari ridha Allah, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(Hadits Mutafaqun ‘Alaih).
  2. Meningkatkan rasa syukur kita terhadap banyaknya nikmat yang telah Allah Ta'ala anugerahkan kepada kita semuanya. Hal ini bisa kita lakukan dengan melakukan berbagai amalan kebaikan dalam bulan ramadhan seperti contohnya bersedekah kepada orang-orang fakir pada bulan Ramadhan mulia ini, Banyak memberi dan jadilah seseorang yang memberikan pemberian orang yang tidak takut miskin. Berderma dengan harta dan kebaikan kepada saudara-saudaramu yang membutuhkan, dan menjadi orang yang mensyukuri nikmat Allah.
  3. Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang kurang berkecukupan. Dalam puasa kita tentu merasa lapar dan dahaga, mengingatkan kita betapa menyedihkannya nasib orang yang tidak berpunya. Mungkin kita hanya beberapa jam saja, lalu kita bisa berbuka puasa, sedangkan mereka yang miskin tak berpunya bisa saja puasa sepanjang siang dan malam. Tentu ini membuat kita menjadi lebih bersyukur kepada Allah atas semua nikmat yang diberikanNya.
  4. Melatih diri kita pribadi khususnya untuk menyeimbangkan urusan dunia dan akhirat. Jika pada 11 bulan yang lalu kita sering melalaikan Allah untuk hal-hal yang bersifat duniawi, ini saatnya kita menata diri dalam beribadah kepadaNya, supaya tercapai keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat. Ibadah dan pekerjaan dunia haruslah seimbang, sehingga kita menjadi manusia yang seutuhnya yang banyak memberikan kebaikan kepada banyak manusia.
  5. Puasa akan membiasakan umat Islam untuk hidup disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Marhaban Ya Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan barakah. Pada bulan suci ini pintu surga dibuka selebar-lebarnya dan pintu neraka ditutup serapat-rapatnya. Pada bulan kemuliaan Ramadhan ini setan-setan dibelenggu.

Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal di dalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain yaitu malam Lailatul Qadr. Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat maksiat dan dosa agar menahan diri.

Minggu, 23 Juni 2013

Mari Dukung MTs Kita

Untuk semua alumni,,
tunjukkan rasa sayang mu pada MTs Nurul Ulum dengan cara,
Daftarkan adik, tetangga atau keluarga yang ingin lanjut ke tingkat smp di MTs Nurul Ulum
Ingat, jangan daftarkan di smplain, demi kemajuan almamater kita semua. Mohon doa pula agar almamater kita mendapatkan  siswa yang banyak.

Sabtu, 22 Juni 2013

HAMBA YANG BERSYUKUR DAN BERSABAR





Hidup kita pada hakekatnya adalah ujian. Melalu ujian kehidupan, nilai amal dan tingkat keimanan kita akan bisa kita ketahui. Melalui ujian kehidupan, kita bisa mengukur sejauh mana keshalihan dan kefajiran kita sendiri.
Ujian kehidupan selalu memiliki dua bentuk; kenikmatan dan kesengsaraan. Ada kekayaan dan kemiskinan. Ada kesehatan dan penyakit. Ada kesempurnaan fisik dan ada kecacatan fisik. Ada kelapangan dan ada kesempitan. Ada jalan mendaki dan ada jalan menurun. Dalam semua keadaan tersebut, kita sedang diuji.
Seorang muslim yang baik akan menerima ujian kelapangan, kekayaan, kesehatan dan kenikmatan dengan sikap syukur. Ia akan menerima ujian kesempitan, kemiskinan, penyakit dan kesusahan dengan sikap sabar. Syukur dan sabar adalah sebaik-baik kendaraan untuk mengarungi ujian kehidupan.
Bagaimana cara yang benar untuk mengukur tingkat kesabaran dan kesyukuran kita? Tentang hal ini, sahabat Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا، وَمَنْ لَمْ تَكُونَا فِيهِ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا، مَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَاقْتَدَى بِهِ، وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا فَضَّلَهُ بِهِ عَلَيْهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَصَابِرًا، وَمَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ، وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَأَسِفَ عَلَى مَا فَاتَهُ مِنْهُ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا»
“Ada dua sifat yang jika terdapat pada diri seorang hamba, niscaya Allah mencatat hamba tersebut sebagai seorang hamba yang bersyukur dan bersabar. Dan barangsiapa pada dirinya tidak terdapat dua sifat tersebut, maka Allah tidak mencatatnya sebagai hamba yang bersyukur dan tidak pula hamba yang bersabar.
Barangsiapa melihat dalam perkara agama kepada orang yang posisinya lebih tinggi darinya, lalu ia mencontoh orang tersebut, dan dalam perkara dunia ia melihat kepada orang yang lebih rendah darinya sehingga ia memuji Allah atas karunia yang dengannya Allah melebihkan dia dari orang lain tersebut, niscaya niscaya Allah mencatat dirinya sebagai seorang hamba yang bersyukur dan bersabar.
Dan barangsiapa melihat dalam perkara agama kepada orang yang posisinya lebih rendah darinya dan dalam perkara dunia ia melihat kepada orang yang lebih tinggi darinya sehingga ia sedih atas nikmat yang luput darinya, niscaya Allah tidak mencatat dirinya sebagai seorang hamba yang bersyukur dan bersabar.” (HR. Tirmidzi no. 2512, dia berkata: Hadits hasan gharib)
Jika kita melihat orang lain lebih pandai membaca Al-Qur’an, lebih banyak hafalan Al-Qur’annya, lebih istiqamah menjaga shalat wajib lima waktu secara berjama’ah di masjid, lebih tekun berdakwah, lebih sabar mendidik keluarganya, lebih banyak berkorban di jalan Allah…lalu kita kagum kepadanya dan mencontoh jalannya, maka kita termasuk hamba Allah yang pandai bersyukur dan bersabar.
Jika kita melihat orang lain lebih banyak hartanya, lebih maju perusahaannya, lebih cantik istrinya, lebih banyak anaknya, lebih kekar badannya, lebih besar rumahnya, lebih mewah kendaraannya, lebih mudah hidupnya…lalu kita iri kepadanya, menganggap nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kita terlalu sedikit dan murah…maka kita tidak termasuk hamba Allah yang pandai bersyukur dan bersabar.
Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
«انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ»
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian (dalam hal urusan dunia) dan jangan melihat kepada orang yang lebih tinggi dari kalian (dalam hal urusan dunia), karena hal itu lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah kepada kalian.”(HR. Muslim no. 2963, Tirmidzi no. 2513 dan Ibnu Majah no. 4142)
Kini saatnya kita menilai diri kita sendiri, sudahkah kita memenuhi tanda-tanda hamba yang syukur dan sabar sebagaimana dikhabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam di atas? Wallahu a’lam bish-shawab.

Selasa, 28 Mei 2013

SEJARAH YAYASAN






SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA YAYASAN NURUL ULUM

          Dalam rangka meneruskan cita-cita bangsa dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1983 telah berdiri Madrasah Tsanawiyah (MTs)  Nurul Ulum dan berdiri pula Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Ulum di wilayah Sukra Kecamatan Sukra (dulu berKecamatan Anjatan)  yang digagas oleh Bapak Haji Dalil Umar. Ketika itu, baik MTs maupun MI Nurul Ulum belum mempunyai naungan berbentuk yayasan. Pada tahun 1987, orang-orang terkemuka Desa Sukra mengadakan musyawarah untuk membentuk sebuah yayasan sebagai naungan dari lembaga pendidikan yang lebih dahulu berdiri. Setelah ada kesepakatan, Bapak H. Dalil Umar sendiri telah menjual 4 hektar sawah miliknya sendiri untuk dijadikan  modal awal pendirian yayasan, pada saat itu harga sawah perhektarnya masih Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), jadi total menjadi Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Pada tahun yang sama tepatnya pada hari Sabtu tanggal 25 Juli 1987 orang-orang tersebut, diantaranya adalah : Bapak H. Dalil Umar, Bapak Abadi Hadiansyah, Bapak Werry Tobing Tombro (Kepala MTs. Nurul Ulum waktu itu), dan Bapak Shoffan Al-Faisal, mereka menghadap Notaris Bapak Soeharto Soewondo di Indramayu, untuk mengutarakan maksudnya, yaitu mengajukan sekaligus mendirikan yayasan.
          Setelah Yayasan berdiri dan mereka beri nama Yayasan Nurul Ulum dengan akta pendirian yayasan nomor 42 berdasarkan keputusan  Ketua Pengadilan Negeri Indramayu Nomor : W8.DX.UM.04.04.83-108, untuk pertama kali kepengurusan dipegang oleh :
Ketua                      : Bapak H. Dalil Umar
Wakil Ketua             : Bapak KH. Hasan Basri (sekarang almarhum)
Sekretaris                : Bapak Narita Supandi
Wakil Sekretaris       : Bapak Abdul Wahid
Bendahara              : Ibu Hj. Syamsiyah
Wakil Bendahara     : Bapak H. Hamzah




Pembantu/Anggota : 1. Bapak Werry Tobing Tombro
                              2. Bapak Abadi Hadiansyah
                              3. Bapak Shoffan Al Faisal (sekarang almarhum)
          Kiprah yayasan ini sangat besar sekali, terbukti dengan dibangunnya beberapa ruang kelas dan kantor dengan modal dari yayasan.
          Atas hasil kesepakatan bersama di antara para pengurus yayasan, maka pada tahun 2007 Yayasan Nurul Ulum digantinamakan menjadi Lembaga Pendidikan Ma’arif Nurul Ulum, yang sampai saat ini telah  mempunyai dan membawahi lembaga-lembaga pendidikan yang ada dalam naungannya diantaranya :
  1. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Ma’arif Nurul Ulum
  2. Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Ulum
  3. Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) Nurul Ulum.
Berdasarkan Undang-undang th.2008 bahwa akta-akta yayasan yang telah ada perlu diadakan pemutihan kembali untuk membuat akta yayasan yang baru.
          Demikian sejarah singkat berdirinya Yayasan Nurul Ulum sebagai bahan pertimbangan sebagaimana mestinya.

                                                                      
                                                                Sukra,  16  Nopember 2010
                                                                                Ketua,


                                                                        H. DALIL UMAR





         






















Minggu, 12 Mei 2013

HIKMAH PUASA SENIN KAMIS

Ilustrasi puasa sunnah senin kamis
Sebagai sebuah sunah, shaum atau puasa sunnah Senin Kamis memang kedudukan hukumnya "hanyalah" anjuran. Yang biasanya diartikan: jika dilakukan berpahala dan jika tidak dilakukan tidak berdosa. Padahal jika kita mau jujur, sesungguhnya puasa sunnah, seperti juga ibadah-ibadah sunnah lainnya, jika kita tinggalkan maka kita akan rugi. Karena berkurang sudah pahala kebaikan yang semestinya akan kita dapatkan jika kita melakukannya. Tak hanya itu, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah lebih dekatnya kita kepada Allah Swt, karena semua amalan sunnah adalah ibadah tambahan sebagai sarana untuk lebih dekat kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, Allah 'Azza wa Jalla..

Mengapa Mesti Puasa Sunnah Senin Kamis?
Ketika Nabi kita (saw.) ditanya mengapa beliau berpuasa pada hari Senin, beliau menjawab: “Ia adalah hari kelahiranku, hari aku diutus dan hari diturunkan Alquran kepadaku” (HR. Muslim). Perlu diingat, hadis ini tidak berarti menganjurkan Anda untuk berpuasa pada hari kelahiran Anda. Jadi tidak ada dasarnya jika ada puasa sesuai hari kelahiran karena adanya dalil ini. Hadis tersebut sekadar memaparkan keutamaan hari Senin, yaitu sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad saw, hari ketika diangkatnya beliau sebagai Nabi dan Rasul, dan hari ketika Alquran diturunkan.
Pada hadis yang lain, Rasullullah saw pun bersabda: “Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi). Selain keutamaan tersebut, ternyata pada Senin dan Kamis-lah catatan amal kita dilaporkan kepada Allah. Tentunya jika Anda akan menghadapkan laporan atau tugas akhir kepada atasan atau dosen penguji, tidak mungkin dengan penampilan seadanya dengan sampul berkas yang lusuh. Apalagi catatan amal yang hendak dilaporkan. Alangkah indahnya jika catatan amal itu dibuka dan ditutup dengan dokumentasi ketika Anda sedang puasa sunnah Senin Kamis.
Itu adalah keutamaan beribadah di hari Senin dan Kamis secara religius atau nilai-nilai agama. Lantas, bagaimana keutamaan berpuasa di hari-hari tersebut berdasarkan logika manusia? Coba Anda perhatikan, hari Senin dan Kamis membagi hari-hari dalam satu minggu ke dalam dua bagian yang sama rata. Jika direnungi, ini adalah waktu yang berkala, teratur. Seperti halnya minum obat, dokter akan menyarankan kita untuk meminum obat secara teratur, misalnya setiap 6 jam sekali.
Begitu juga dengan puasa Senin Kamis. Dipilihnya Senin dan Kamis sebagai hari berpuasa sunnah adalah kebijaksanaan Allah untuk menjaga manusia tetap sehat, di samping untuk beribadah kepada-Nya dengan taat. Jika puasa Senin Kamis dilakukan teratur, berarti kita memelihara kesehatan tubuh secara teratur juga. Kita membersihkan dan mengistirahatkan saluran pencernaan selama 2 kali dalam seminggu, yakni Senin dan Kamis. Dengan demikian tentu tubuh kita lama kelamaan menjadi lebih sehat dan bugar.

Bagaimana Menjalankan Puasa Sunnah Senin Kamis?
Tidak seperti puasa Ramadhan yang wajib, puasa sunnah bisa kita lakukan tanpa niat sebelum waktu subuh. Bahkan jika Anda lupa makan pagi, lalu berniat menjadikan hari itu untuk puasa sunnah, sah-sah saja. Karena Rasulullah saw pernah datang kepada Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda: "Apakah engkau punya santapan siang? Jika tidak ada, aku akan berpuasa." (HR. Muslim). Tetapi, alangkah baiknya jika Anda tetap menyengaja makan sahur terlebih dahulu sebelum puasa, karena banyak keberkahan di dalamnya.

Apakah Puasa Sunnah Senin Kamis Membuat Badan Kita Sakit?
Tentu saja jawabannya: tidak! Jika lemas mungkin saja iya, tergantung kekuatan niat, mental, dan pikiran orang yang menjalankannya. Sepertinya Anda tidak akan merasa sakit atau lemas lagi jika mengetahui dampak puasa bagi tubuh manusia, seperti yang ditulis oleh Dr. Allan Cott M.D, seorang dokter ahli Orthomolecular psikiatri, yang banyak menghabiskan waktunya di Amerika, Kanada, dan Eropa, yang memperkenalkan metode penyembuhan dengan puasa. Dalam bukunya yang berjudul “Why Fast?” dia menulis efek dari puasa, antara lain:
  1. Merasa lebih baik secara fisik dan mental.
  2. Agar terlihat dan merasa lebih muda.
  3. Membersihkan badan.
  4. Menurunkan tekanan darah dan kadar lemak.
  5. Lebih mampu mengendalikan seks.
  6. membuat tubuh sehat dengan sendirinya.
  7. Mengendorkan/melepaskan ketegangan jiwa.
  8. Menajamkan fungsi indrawi.
  9. Memperoleh kemampuan mengendalikan diri sendiri.
  10. Memperlambat proses penuaan.
Apa Saja Keutamaan Puasa Sunnah Senin Kamis?
Setiap ibadah pasti memiliki keutamaan dan hikmah tersendiri, begitu juga dengan puasa sunnah Senin Kamis. Bagaimanapun baiknya keutamaan dan hikmah puasa Senin Kamis, semua itu tergantung pada niat kita untuk menjalankannya. Ikhlaskan niat untuk beribadah kepada Allah, maka selain akan lebih dekat dengan-Nya, Anda juga akan mampu mendapatkan keutamaan-keutamaan puasa Senin Kamis. Inilah beberapa di antaranya:

1.Menghindarkan diri dari dosa
Puasa sunnah yang satu ini merupakan ajang ‘anger management’ atau ajang melatih kesabaran dan menghindarkan diri dari hal-hal yang menimbulkan dosa. Jika dilakukan secara berkala, otomatis diri Anda akan lebih mampu menahan emosi. Dengan puasa Senin Kamis, diri Anda menjadi lebih bersih dalam hal emosi dan spiritual. Karena itu puasa sunnah ini dapat disebut sebagai zakat jiwa. Seperti disebutkan dalam hadis, “Segala sesuatu itu ada zakatnya, sedang zakat jiwa itu adalah berpuasa. Dan puasa itu separuh dari kesabaran.” (H.R. Ibnu Majah).
Dalam hadis lain, disebutkan pula keutamaan puasa sunnah ini sebagai ajang latihan ‘anger management’ dan penghindaran diri dari perbuatan dosa, yakni: “Puasa adalah benteng yang membentengi seseorang dari api neraka yang membara.” (H.R. Ahmad dan Baihaqi).

2.Meningkatkan amalan
Jika pada hari-hari biasa Anda cenderung malas beribadah dan beraktivitas karena merasa kekenyangan, puasa Senin Kamis adalah jalan keluar dari kemalasan. Puasa membuat hati kita lebih bersih sehingga produktivitas dalam meningkatkan amalan pun meningkat. Pasalnya, orang yang berpuasa cenderung ingin berbuat baik lebih banyak dari biasanya. Puasa juga melembutkan hati karena kita jadi memahami nasib dan rasa lapar mereka yang kurang beruntung. Singkatnya, puasa Senin Kamis mendekatkan kita kepada Allah.

3.Tubuh lebih sehat
Seperti disebutkan sebelumnya, puasa membantu tubuh kita untuk menjadi lebih sehat. Berpuasa secara teratur berarti membatasi makan secara berlebihan dan membatasi jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh. Merupakan rahasia umum bahwa makan berlebihan bisa mencetuskan timbulnya penyakit. Dengan menahan lapar dan haus saat berpuasa, berarti kita menolak segala jenis penyakit yang disebabkan oleh pola makan dan asupan kalori, seperti diabetes, obesitas, dan penyakit jantung.
Puasa sunnah Senin Kamis secara teratur juga bermanfaat untuk mengistirahatkan sekaligus membersihkan sistem pencernaan. Selama puasa, lebih dari 10 jam lambung kita dibiarkan diam tidak bekerja, sehingga dapat beristirahat. Bandingkan dengan selama tidak berpuasa, kita cenderung terus mengonsumsi sesuatu dan hanya berhenti saat kita tidur. Itu berarti pencernaan kita tidak beristirahat dengan cukup. Jika saluran cerna diistirahatkan, organ-organ tubuh yang lain mampu bekerja lebih maksimal sehingga kita menjadi lebih sehat dan tidak mudah sakit.

Senin, 21 Januari 2013

WANITA MULIA

Wanita Mulia Ibu dari Seorang Pahlawan Belia (Bagian 1)


Abu Qudamah

Abu Qudamah Asy-Syami

Dalam Shifatus Shofwah oleh Ibnul Jauzi dan Masyaraqiul Asywaq oleh Ibnu Nahhas dikisahkan seorang salih yang bernama Abu Qudamah Asy-Syami.
Abu Qudamah adalah seorang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan jihad fi sabilillah. Tak pernah ia mendengar akan jihad fi sabilillah, atau adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali ia selalu ambil bagian bertempur di pihak kaum muslimin.

Suatu ketika saat ia sedang duduk-duduk di Masjidil Haram, ada seseorang yang menghampirinya seraya berakta, “Hai Abu Qudamah, Anda adalah orang yang gemar berjihad di jalan Allah, maka ceritakanlah peristiwa paling ajaib yang pernah kau alami dalam berjihad.”
“Baiklah, aku akan menceritakannya bagi kalian,” kata Abu Qudamah.
“Suatu ketika aku berangkat bersama beberapa sahabatku untuk memerangi kaum Salibis di beberapa pos penjagaan dekat perbatasan. Dalam perjalanan itu aku melalui kota Raqh (sebuah kota di Irak, dekat sungai Eufrat). Di sana aku membeli seekor unta yang akan kugunakan untuk membawa persenjataanku. Di samping itu aku mengajak warga kota lewat masjid-masjid, untuk ikut serta dalam jihad dan berinfak fi sabilillah.
Menjelang malam harinya, ada orang yang mengetuk pintu. Tatkala kubukakan, ternyata ada seorang wanita yang menutupi wajahnya dengan gaunnya.
“Apa yang Anda inginkan?” tanyaku.
“Andakah yang bernama Abu Qudamah?” katanya balik bertanya.
“Benar,” jawabku.
“Andakah yang hari ini mengumpulkan dana untuk membantu jihad di perbatasan?” tanyanya kembali.
“Ya, benar,” jawabku.
Maka wanita itu menyerahkan secarik kertas dan sebuah bungkusan terikat, kemudian berpaling sambil menangis.
Pada kertas itu tertulis, “Anda mengajak kami untuk ikut berjihad, namun aku tak sanggup untuk itu. Maka kupotong dua buah kuncir kesayanganku agar Anda jadikan sebagai tali kuda Anda. Kuharap bila Allah melihatnya pada kuda Anda dalam jihad, Dia mengampuni dosaku karenanya.”
“Demi Allah, aku kagum atas semangat dan kegigihan wanita itu untuk ikut berjihad, demikian pula dengan kerinduannya untuk mendapat ampunan Allah dan Surga-Nya,” kata Abu Qudamah.
Keesokan harinya, aku bersama sahabatlu beranjak meninggalkan Raqh. Tatkala kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil,
“Hai Abu Qudamah.. Abu Qudamah.. tunggulah sebentar, semoga Allah merahmatimu,” teriak orang itu.
“Kalian berangkat saja duluan, biar aku yang mencari tahu tentang orang ini,” perintahku pada para sahabatku.
Ketika aku hendak menyapanya, orang itu mendahuluiku dan mengatakan,
“Segala puji bagi Allah yang mengizinkanku untuk ikut bersamamu, dan tidak menolak keikutsertaanku.”
“Apa yang kau inginkan?” tanyaku.
“Aku ingin ikut bersamamu memerangi orang-orang kafir,” jawabnya.
“Perlihatkan wajahmu, aku ingin lihat, kalau engkau memang cukup dewasa dan wajib berjihad, akan aku terima. Namun jika masih kecil dan tidak wajib berjihad, terpaksa kutolak.” Kataku.
Ketika ia menyingkap wajahnya, tampak olehku wajah yang putih bersinar bak bulan purnama. Ternyata ia masih muda belia, dan umurnya baru 17 tahun.
“Wahai anakku, apakah kamu memiliki ayah?” tanyaku.
“Ayah terbunuh di tangan kaum Salibis dan aku ingin ikut bersamamu untuk memerangi orang-orang yang membunuh ayahku,” jawabnya.
“Bagaimana dengan ibumu, masih hidupkah dia?” tanyanku lagi.
“Ya,” jawabnya.
“Kembalilah ke ibumu dan rawatlah ia baik-baik, karena surga ada di bawah telapak kakinya,” pintaku kepadanya.
“Kau tak kenal ibuku?” tanyanya.
“Tidak,” jawabku.
“Ibuku ialah pemilik titipan itu,” katanya.
“Titipan yang mana,” tanyaku.
“Dialah yang menitipkan tali kuda itu,” jawabnya.
“Tali kuda yang mana?” tanyaku keheranan.
Subhanallah..!! alangkah pelupanya Anda ini, tidak ingatkah Anda dengan wanita yang tadi malam menyerahkan seutas tali kuda dan bingkisan?”
“Ya, aku ingat,” jawabku.
“Dialah ibuku! Dia menyuruhku untuk berjihad bersamamu dan mengambil sumpah dariku supaya aku tidak kembali lagi,” katanya.
“Ibuku berkata, ‘Wahai anakku, jika kamu telah berhadapan dengan musuh, janganlah kamu melarikan diri. Persembahkanlah jiwamu untuk Allah. mintalah kedudukan di sisi-Nya, dan mintalah agar engkau ditempatkan bersama ayah dan paman-pamanmu di surga. Jika Allah mengaruniamu mati syahid, maka mintalah syafaat bagiku.”
Kemudian ibu memelukku, lalu menengadahkan kepalanya ke langit seraya berkata, “Ya Allah.. ya Ilahi.. inilah puteraku, buah hati dan belahan jiwaku, kupersembahkan ia untukmu, maka dekatkanlah ia dengan ayahnya’.”
“Aku benar-benar takjub dengan anak ini,” kata Abu Qudamah, lalu anak itupun segera menyela,
“Karenanya, kumohon atas nama Allah, janganlah kau halangi aku untuk berjihad bersamamu. Insya Allah akulah asy-syahid putra asy-syahid. Aku telah hafal Alquran. Aku juga pandai menunggang kuda dan memanah. Maka janganlah meremehkanku hanya karena usiaku yang masih belia.” kata anak itu memelas.
Setelah itu mendengar uraiannya aku tak kuasa melarangnya, maka kusertakanlah ia bersamaku.
Demi Allah, ternyata tak pernah kulihat orang yang lebih cekatan darinya. Ketika pasukan bergerak, dialah yang tercepat, ketika kami singgah untuk beristirahat, dialah yang paling sibuk mengurus kami, sedang lisannya tak pernah berhenti dari dzikrullah sama sekali.
Kemudian, kami pun singgah di suatu tempat dekat pos perbatasan. Saat itu matahari hampir tenggelam dan kami dalam keadaan berpuasa. Maka ketika kami hendak menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan malam, bocah itu bersumpah atas nama Allah bahwa ialah yang akan menyiapkannya. Tentu saja kami melarangnya karena ia baru saja kecapaian selama perjalanan panjang tadi.
Akan tetapi bocah itu bersikeras untuk menyiapkan hidangan bagi kami. Lama kami beristirahat di suatu tempat, kami katakan kepadanya, “Menjauhlah sedikit agar asap kayu bakarmu tidak mengganggu kami.”
Maka bocah itu pun mengambil tempat yang agak jauh dari kami untuk memasak. Akan tetapi bocah itu tak kunjung tiba. Mereka merasa bahwa ia agak terlambat menyiapkan hidangan mereka.
“Hai Abu Qudamah, temuilah bocah itu. Ia sudah terlalu lama memasak. Ada apa dengannya?” pinta seseorang kepadaku. Lalu aku bergegas menemuinya, maka kudapati bocah itu telah menyalakan api unggun dan memasak sesuatu di atasnya. Tapi karena terlalu lelah, ia pun tertidur sambil menyandarkan kepalanya pada sebuah batu.
Melihat kondisinya yang seperti itu, sungguh demi Allah aku tak sampai hati mengganggu tidurnya, namun aku juga tak mungkin kembali kepada mereka dengan tangan hampa, karena sampai sekarang kami belum menyantap apa-apa.
Akhirnya kuputuskan untuk menyiapkan makanan itu sendiri. Aku pun mulai meramu masakannya, dan sembari menyiapkan masakan, sesekali aku melirik bocah itu. Suatu ketika terlihat olehku bahwa bocah itu tersenyum. Lalu perlahan senyumnya makin melebar dan mulailah ia tertawa kegirangan.
Aku merasa takjub melihat tingkahnya tadi, kemudian ia tersentak dari mimpinya dan terbangun.
Ketika melihatku menyiapkan masakan sendiran, ia nampak gugup dan buru-buru mengatakan,
“Paman, maafkan aku, nampaknya aku terlambat menyiapkan makanan bagi kalian.”
“Ah tidak, kamu tidak terlambat kok,” jawabku.
“Sudah, tinggalkan saja masakan ini, biar aku yang menyiapkannya, aku adalah pelayan kalian selama jihad,” kata bocah itu.
“Tidak,” sahutku, “Demi Allah, kau tak kuzinkan menyiapkan apa-apa bagi kami sampai kau ceritakan kepadaku apa yang membuatmu tertawa sewaktu tidur tadi? Keadaanmu sungguh mengherankan,” lanjutku.
“Paman, itu sekedar mimpi yang kulihat sewaktu tidur,” kata si bocah.
“Mimpi apa yang kau lihat?” tanyaku.
“Sudahlah, tak usah bertanya tentangnya. Ini masalah pribadi antara aku dengan Allah,” sahut bocah itu.
“Tidak bisa, kumohon atas nama Allah agar kamu menceritakannya,” kataku.
“Paman, dalam mimpi tadi aku melihat seakan aku berada di surga, kudapati surga itu dalam segala keindahan dan keanggunannya, sebagaimana yang Allah ceritakan dalam Alquran.
Sembari aku jalan-jalan di dalamnya dengan terkagum-kagum, tiba-tiba tampaklah olehku sebuah istana megah yang berkilauan, dindingnya dari emas dan perak, dan terasnya dari mutiara dan batu permata, dan gerbangnya dari emas.
Di teras itu ada tirai-tirai yang terjuntai, lalu perlahan tirai itu tersingkap dan tampaklah gadis-gadis belia nan cantik jelita, wajah mereka bersinar bak rembulan.”
Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, sungguh, kecantikan yang luar biasa, gumamku, lalu muncullah seorang gadis lain yang lebih cantik dari mereka, dengan telunjuknya ia memberi isyarat kepada gadis yang ada di sampingnya seraya mengatakan, “Inilah (calon) suami al-mardhiyyah.. ya, dialah calon suaminya.. benar, dialah orangnya!”
Aku tak paham siapa itu al-mardhiyyah, maka aku bertanya kepadanya, “Kamukah al-mardhiyyah..?
“Aku hanyalah satu di antara dayang-dayang al-mardhiyyah…” katanya. “Anda ingin bertemu dengan al-mardhiyyah..?” tanya gadis itu.
“Kemarilah.. masuklah ke sini, semoga Allah merahmatimu,” serunya.
Tiba-tiba kulihat di atasnya ada sebuah kamar dari emas merah.. dalam kamar itu ada dipan yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih yang berkilauan.
Dan di atasnya.. seorang gadis belia dengan wajah bersinar laksana surya!! Kalaulah Allah tidak memantapkan hati dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikkannya..!!!
Tatkala ia menatapku, ia menyambutku seraya berkata, “Selama datang, hai wali Allah dan Kekasih-Nya. Aku diciptakan untukmu, dan engkau adalah milikku.”
Mendengar suara merdu itu, aku berusaha mendekatinya dan menyentuhnya.. namun sebelum tanganku sampai kepadanya, ia berkata,
“Wahai kekasihku dan tambatan hatiku.. semoga Allah menjauhkanmu dari segala kekejian.. urusanmu di dunia masih tersisa sedikit.. InsyaAllah besok kita bertemu selepas ashar.”
Aku pun tersenyum dan senang mendengarnya.”
Abu Qudamah melanjutkan, “Usai mendengar cerita indah dari si bocah tadi, aku berkata kepadanya, “InsyaAllah mimpimu merupakan pertanda baik.”
Lalu kami pun menyantap hidangan tadi bersama-sama, kemudian meneruskan perjalanan kami menuju pos perbatasan.
Bersambung

KISAH IMAM SYAFI'I

Imam Syafi’i Yang Jenius


kisah tabi'in dan sahabat
Kisah MuslimDikisahkan bahwa sebagian ulama terkemuka di Irak iri kepada Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu. Mereka membuat tipu daya kepadanya lantaran beliau lebih unggul dari mereka dari segi ilmu dan hikmah. Imam Syafi’i mendapatkan hati para pencari ilmu pengetahuan sehingga mereka hanya berminat dengan majelis pengajian beliau, mereka hanya mau tunduk dengan pendapat dan ilmu beliau. Oleh karena itulah, para ulama yang iri terhadap Imam Syafi’i membuat kesepakatan di antara mereka untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan yang rumit dalam bentuk teka-teki. Sehingga mereka dapat menguji kecerdasan beliau, seberapa mendalam dan seberapa matang ilmu beliau di hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid yang sangat kagum dengan beliau dan sering memuji beliau. Setelah mereka selesai membuat pertanyaan-pertanyaan, mereka menyampaikan kepada khalifah yang ikut hadir dalam diskusi dan mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab oleh Imam Syafi’i radhiyallahu ‘anhu dengan penuh kecerdasan dan kefasihan.
Berikut ini soal jawab tersebut:
Soal 1: Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang menyembelih kambing di rumahnya kemudian dia keluar untuk suatu keperluan, lalu dia kembali lagi lantas dia berkata kepada keluarganya, “Makanlah kambing ini. Sungguh kambing ini haram bagiku.” Keluarga pun berkata, “Demikian juga haram bagi kami?”
Jawab 1: Sesungguhnya laki-laki tersebut orang musyrik. Dia menyembelih kambaing atas nama berhala, lalu dia keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan, dan ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi hidayah kepadanya untuk memeluk agama Islam, sehingga dia masuk Islam. Maka, kambing tersebut haram baginya. Ketika para keluarganya tahu bahwa lelaki tersebut masuk Islam, maka mereka pun ikut masuk Islam. Maka, kambing tersebut juga diharamkan atas mereka.
Soal 2: Ada dua muslim yang sama-sama berakal minum arak. Salah satunya dikenai hukuman sedangkan yang lainnya tidak dikenai hukuman?
Jawab 2: Sebab salah satunya baligh sedangkan lainnya masih kecil
Soal 3: Ada lima orang melakukan zina terhadap seorang perempuan, maka orang pertama harus dibunuh, orang kedua dirajam, orang ketiga dikenai hukuman zina, orang keempat dikenai separuh hukman zina, dan orang kelima tidak dikenai sanksi apapun?
Jawab 3: Orang pertama menganggap zina perbuatan halal, sehingga dia murtad dan dia harus dibunuh. Orang kedua adalah muhshan (orang yang pernah menikah). Orang ketiga adalah ghairu muhshan (belum pernah menikah). Orang keempat adalah seorang budak. Sedangkan orang kelima adalah orang gila.
Soal 4: Ada seorang laki-laki melaksanakan shalat. Setelah dia mengucap salam ke kanan, istrinya tertalak. Ketika dia mengucap salam ke kiri, maka shalatnya batal, dan ketika dia melihat ke langit, maka dia waijb membayar seribu dirham?
Jawab 4: Pada saat dia mengucap salam ke kanan, dia melihat seseorang yang istrinya dia nikahi ketika dalam keadaan suami sedang ghaib (tidak ada). Maka, ketika dia melihat suaminya datang, istrinya tertalak. Pada saat dia mengucap salam ke kiri, dia melihat najis pada pakaiannya, maka shalatnya batal. Pada saat dia melihat ke langit, dia melihat hilal (bulan sabit) telah tampak di langit dan dia mempunyai hutang seribu dirham yang seharusnya dibayar pada awal bulan sejak munculnya hilal.
Soal 5: Ada seorang imam melaksanakan shalat bersama empat orang di dalam masjid, lantas ada seseorang yang masuk dan ikut melakukan shalat di sebelah kanan imam. Ketika imam mengucap salam ke kanan dan melihat lelaki tersebut, maka si imam wajib dibunuh sedangkan keempat makmum lainnya, wajib didera dan masjid tersebut wajib dirobohkan sampai ke dasarnya.
Jawab 5: Sesungguhnya lelaki yang baru datang mempunyai seorang istri. Kemudian dia pergi dan menitipkan istrinya di rumah saudaranya, lalu si imam membunuh sang saudara tersebut. Si imam mengklaim bahwa perempuan tersebut merupakan istri orang yang terbunuh, lalu dia menikahi perempuan tersebut. Sedang empat orang yang ikut melaksanakan shalat adalah saksi pernikahan mereka. Lalu, masjid tersebut merupakan rumah orang yang terbunuh yang dijadikan sebagai masjid oleh si imam.
Soal 6: Bagaimana pendapatmu mengenai seseorang yang budaknya kabur, lalu dia berkata, “Budak tersebut statusnya merdeka jika saya makan sebelum saya menemukannya.” Bagaimana solusi dari ucapan tersebut?
Jawab 6: Dia memberikan budaknya kepada sebagian anaknya, kemudian dia makan, lalu dia meminta lagi budak yang telah diberikannya.
Soal 7: Dua orang perempuan bertemu dua lelaki muda, lalu kedua perempuan tersebut berkata, “Selamat datang dua anak kami, dua suami kami, dan dua anak suami kami?”
Jawab 7: Sesungguhnya dua lelaki muda tersebut merupakan anak dari kedua perempuan terebut. Lantas masing-masing dari kedua perempuan tersebut menikah dengan laki-laki perempuan satunya. Jadi, kedua lelaki muda tersebut merupakan anak dari kedua perempuan tersebut, suami dari kedua perempuan tersebut, dan anak dari (mantan) suami dari kedua perempuan tersebut.
Soal 8: Seorang laki-laki mengambil segelas air untuk diminum. Dia dihalalkan minum separuhnya. Tetapi diharamkan baginya minum air yang masih tersisa di gelas?
Jawab 8: Sesungguhnya lelaki tersebut baru minum separuh gelas lalu dia mimisan dan menetes pada air yang masih tersisa di dalam gelas, sehingga darah tercampur dengan air. Maka, sisa air tersebut diharamkan baginya.
Soal 9: Seorang laki-laki memberikan kepada istrinya satu kantong yang terisi penuh dan terkunci. Dia meminta kepada istrinya agar mengosongkan isinya dengan syarat dia tidak boleh membukanya, membelahnya, merusak kuncinya atau membakarnya. Jika dia melakukan salah satu dari hal tersebut, maka dia tertalak?
Jawab 9: Sesungguhnya kantong tersebut berisi gula atau garam. Yang dapat dilakukan si istri ialah menaruh kantong tersebut di dalam air, sehingga isi kantong meleleh dengan sendirinya.
Soal 10: Ada seorang lelaki dan seorang perempuan bertemu dua anak muda di jalan, lantas keduanya mencium kedua anak muda tersebut. Ketika keduanya ditanya mengenai perbuatan tersebut, si lelaki menjawab, “Ayahku adalah kakek keduanya. Saudaraku adalah paman keduanya. Istriku adalah istri ayah keduanya.” Sedangkan si perempuan menjawab, “Ibuku adalah nenek keduanya, saudara perempuanku adalah bibi keduanya.”
Jawab 10: Sesungguhnya si lelaki merupakanj ayah kedua anak muda tersebut sedangkan si perempuan merupakan ibu keduanya.
Soal 11: Ada dua laki-laki di atas loteng rumah. Salah satunya terjatuh dan mati. Anehnya, istri lelaki satunya yang masih hidup menjadi haram baginya?
Jawab 11: Sesungguhnya lelaki yang terjatuh sampai mati menikahkan anak perempuannya kepada budaknya yang menemaninya di atas loteng. Ketika laki-laki tersebut meninggal, maka anak perempuannya memiliki budak yang merupakan suaminya sendiri. Maka, perempuan tersebut haram baginya.
Sampai di sini, Khalifah Ar-Rasyid yang ikut hadir dalam diskusi tersebut tidak mampu menyembunyikan kekagumannya terhadap kecerdasan Imam Syafi’i, kecepatannya mendaapt ide, ketajaman pemahamannya, dan bagus daya tangkapnya.
Dia berkata, “Alangkah hebatnya keturunan Bani Abdi Manaf ini. Sungguh, engkau menejlaskan dengan sebaik-baiknya, engkau menafsirkan dengan sejelas-jelasnya, dan engkau membuat redaksi dengan fasih.”
Lalu Imam Syafi’i berkata, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memanjangkan umur Amirul Mukminin. Saya akan mengajukan satu pertanyaan kepada para ulama ini. Jika mereka mampu menjawab pertanyaan tersebut, maka Alhamdulillah. Akan tetapi, jika mereka tidak mampu menjawab, maka saya mohon kepada Amirul Mukminin untuk mencegah kejahatan mereka terhadap diriku.
Khalifah Ar-Rasyid menanggapi, “Baiklah, kupenuhi keinginanmu. Silakan ajukan pertanyaan kepada mereka sesuai yang engkau kehendaki, wahai Syafi’i!”
Lalu Imam Syafi’i berkata, “Ada seorang laki-laki wafat meninggalkan 600 dirham. Saudara perempuannya hanya memperoleh satu dirham saja dari harta peninggalan tersebut. Bagaimana cara pembagian harta warisan ini?”
Ternyata para ulama tersebut saling berpandangan satu sama lain cukup lama. Tidak satu pun di antara mereka mampu menjawab pertanyaan tersebut. Keringat pun bercucuran dari dahi mereka.
Ketika mereka terdiam cukup lama, maka Khalifah berkata, “Ya sudah, sampaikan jawabannya kepada mereka!”
Lantas Imam Syafi’i angkat bicara setelah orang-orang yang ingin menghilangkan posisi Imam Syafi’i di mata Khalifah yang sangat mengaguminya lantaran ilmu dan ketakwaannya akhirnya mati kutu.
Beliau berkata, “Laki-laki tersebut wafat meninggalkan dua orang anak perempuan, ibu, seorang istri, dua belas saudara laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Jadi, dua anak perempuan mendapat bagian dua pertiga, yaitu sebesar 400 dirham, ibu mendapat bagian seperenam, yaitu sebesar 100 dirham, istri mendapat bagian seperdelapan, yaitu sebesar 75 dirham, kedua belas saudara laki-laki mendapat bagian 24 dirham dan tersisa satu dirham untuk saudara perempuan.”
Khalifah Ar-Rasyid tersenyum dan berujar, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan banyak keluargaku seperti engkau.”
Khalifah memberikan 2000 dirham kepada Imam Syafi’i. Kemudian Imam Syafi’i menerimanya lalu membagikannya kepada para pelayan dan pembantu istana.

Kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam (bagian – 01)


kisah nabi nuh
Dahulu ada beberapa orang saleh bernama Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr yang dicintai oleh masyarakat[1]. Ketika mereka wafat, maka masyarakat merasa sedih karena kehilangan mereka, saat itulah setan memanfaatkan kesedihan itu dengan membisikkan mereka agar membuatkan patung-patung dengan nama-nama mereka untuk mengenang mereka. Akhirnya, masyarakat pun melakukannya.
Waktu pun berlalu, namun patung-patung itu belum disembah sampai mereka yang membuat patung-patung itu meninggal dan datanglah anak cucu mereka yang kemudian disesatkan oleh setan. Setan menjadikan mereka menganggap bahwa patung-patung itu adalah sesembahan mereka.
Mereka pun menyembah patung-patung itu dan mulai saat itu tersebarlah kesyirikkan di tengah-tengah mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat seorang laki-laki di kalangan mereka sebagai nabi dan Rasul-Nya, yaitu Nuh ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya di antara sekian makhluk-Nya, Dia mewahyukan kepadanya agar mengajak kaumnya menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja dan meninggalkan sesembahan-sesembahan selain-Nya. Mulailah Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah, ia berkata kepada mereka:
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan yang berhak disembah bagimu selain Dia. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (QS. Al A’raaf: 59)
Maka di antara kaumnya ada yang mengikuti ajakannya, mereka terdiri dari kaum fakir dan dhu’afa (lemah). Adapun orang-orang kaya dan kuat, maka mereka menolak dakwahnya, sebagaimana istrinya dan salah satu anaknya juga menolak dakwahnya. Mereka yang menolak dakwahnya menenatangnya dan berkata kepadanya,
“Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.” (QS. Huud: 27)
Nabi Nuh ‘alaihissalam tidak berputusa asa terhadap sikap kaumnya yang menolak dakwahnya, ia terus mengajak mereka di malam dan siang hari, menasihati mereka secara rahasia dan terang-terangan, menjelaskan kepada mereka dengan lembut hakikat dakwah yang dibawanya, tetapi mereka tetap saja kafir kepadanya, tetap saja sombong dan melampaui batas, dan terus membantah Nabi Nuh ‘alaihissalam dan keadaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Mereka juga menyakitinya, menghinanya, dan memerangi dakwahnya.
Pernah suatu ketika, sebagian orang-orang kaya mendatangi Nabi Nuh ‘alaihissalam dan meminta kepadanya untuk mengusir orang-orang fakir yang beriman kepadanya agar orang-orang kaya ridha dan mau duduk bersamanya sehingga bisa beriman kepadanya, namun Nabi Nuh ‘alaihissalam menjawab,
“Wahai kaumku! Aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu sebagai suatu kaum yang tidak mengetahui–Dan (Nuh berkata), “Wahai kaumku! Siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?” (QS. Huud: 29-30)
Maka kaumnya pun marah dan menuduhnya telah sesat, dan mereka berkata, “Sesungguhnya kami melihatmu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al A’raaf: 60)
Nuh balik menjawab, “Wahai kaumku! Tidak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam”– “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku, aku memberi nasehat kepadamu,  dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al A’raaf: 61-62)
Nabi Nuh ‘alaihissalam tetap bersabar mendakwahi kaumnya, hari demi hari dilaluinya, bulan demi bulan dilaluinya dan tahun demi tahun dilaluinya, tetapi yang mau mengikuti seruannya hanya beberapa orang saja. Bahkan ketika Nuh mendatangi sebagian mereka, mengajak mereka agar menyembah Allah dan beriman kepada-Nya, mereka taruh anak jarinya ke telinga mereka agar tidak mendengar kata-kata Beliau, dan ketika Beliau pergi kepada yang lain sambil menyebutkan kepada mereka nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka serta menceritakan tentang penghisaban pada hari Kiamat, mereka taruh baju mereka di wajah mereka agar tidak melihat Beliau, dan hal ini berlangsung terus hingga akhirnya orang-orang kafir berkata kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam,
“Wahai Nuh! Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap Kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada Kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Hud: 32)
Nuh menjawab, “Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.–Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Hud : 33-34)
Bersambung…
Bagian 2
Artikel www.KisahMuslim.com

[1] Imam Bukhari meriwayatkan dari hadits Ibnu Juraij dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta’ala, Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.” Ia (Ibnu Abbas) berkata, “Ini adalah nama-nama orang Saleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kepada kaum mereka untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan menamakannya dengan nama-nama mereka. Maka mereka pun melakukan hal itu, dan saat itu berhala-berhala itu belum disembah hingga mereka wafat, dan ilmu telah tiada, maka berhala-berhala itu pun disembah.”